Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat dinanti-nanti umat islam pada umumnya, karena dibulan ini segala amal ibadah kita akan dilipatgandakan. Di bulan yang suci ini banyak bentuk ibadah yang bisa dilakukan selain puasa dan shalat 5 waktu yang wajib dilaksanakan, misalnya: tadarus Al-quran, Shadaqoh, zakat, shalat sunat salah satunya shalat tarawih.
Sudah menjadi kebiasaan dari tahun ke tahun pihak sekolah selalu menyediakan buku Ramadhan yang diperuntukan bagi para siswanya. Buku Ramadhan ini adalah buku yang dibuat untuk monitoring segala amalan siswa selama bulan Ramadhan. Mulai dari siswa sahur, shalat, tadarus, zakat, membuat rangkuman ceramah dan lain sebagainya.
Dalam surat edaran Disdik kota Bandung No. 422.3/3220-TU/2006 disebutkan 3 hal, selain menyebutkan kegiatan belajar mengajar di bulan Ramadhan, surat tersebut menyatakan tidak diperkenankan adanya pungutan apapun dalam bulan Ramadhan seperti pergantian biaya cetak buku Ramadhan atau lain-lain yang dipandang memberatkan siswa. Kemudian surat edaran ini dipertegas dengan surat edaran yang dikeluarkan tanggal 27 september 2006.
Pihak sekolah tentunya mempunyai itikad yang baik dengan diadakannya buku Ramadhan ini dengan harapan agar siswa dapat memaknai tentang bulan yang suci dan penuh berkah ini. Tapi masalahnya timbul ketika ada pertanyaan siapakah yang harus menyusun buku Ramadhan ini? Jika kita buka mata banyak toko buku ataupun percetakan yang menyediakan dan menjual bebas buku Ramadhan ini. Dan banyak pula pihak sekolah yang dengan gampangnya menjual buku Ramadhan yang sudah tersedia tersebut ke semua siswanya, dengan tidak melihat dan mempertimbangkan apakah isi buku Ramadhan tersebut sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi siswa di sekolah tersebut.
Jika diperhatikan lebih lanjut buku Ramadhan yang sudah banyak tersedia di pasaran hanya memuat tentang daftar zakat, shalat, tadarus dan rangkuman ceramah harian. Buku Ramadhan yang baik dan lebih efektif adalah buku Ramadhan yang penyusunnya adalah dari pihak sekolah itu sendiri. Mengapa demikian? Segala sesuatu yang ada di sekolah termasuk keadaan siswanya, pihak sekolah tentunya lebih paham daripada pihak luar. Misalnya pihak sekolah ingin menyusun buku Ramadhannya disertai dengan surat-surat pendek, doa-doa amalan harian atau buku panduan amalan selama Ramadhan. Sehingga buku Ramadhan yang disusun pihak sekolah bisa menjadi bahan panduan dan acuan bagi siswa. Sehingga buku ramadahan ini menjadi benar-benar berguna, menjadi lebih efektif tidak hanya sekedar menjadi laporan administratif untuk melaporkan kegiatan dan amalan siswa sehari-hari.
Siswa kelas 4-6 SD, SMP dan SMA sederajat diwajibkan untuk mencatat segala amalan yang dilakukan termasuk juga mencatat resume ceramah pada buku Ramadhan. Yang menjadi pertanyaan, apakah siswa SD sudah mampu membuat rangkuman ceramah sendiri? Jika siswa yang diberi tugas mencatat rangkuman ceramah dikerjakan sendiri dan tidak asal jadi itu tidak menjadi masalah. Tapi jika siswa membuat rangkuman ceramahnya asal jadi dan lebih mementingkan bukti administratif daripada kebenaran isi itu menjadi masalah yang harus segera dicari solusinya.
Belum lagi adanya pergeseran nilai-nilai ibadah, maksudnya ketika seseorang datang ke mesjid untuk tarawih tentunya niatnya untuk ibadah kepada Allah. Tapi jika siswa datang tarawih ke mesjid hanya untuk memenuhi tugas sekolah dan berlomba-lomba untuk mendapatkan tanda tangan imam atau pengurus DKM, maka niat ibadah siswa tersebut dimana? Jika sudah seperti itu maka sering terjadi suasana yang gaduh dikarenakan anak-anak ribut dan main-main ketika yang lainnya sedang khusuk shalat tarawih.
Efek negatif lainnya adalah ketika siswa membuat laporan fiktif hanya semata-mata ingin mendapat nilai bagus dari gurunya. Di dalam buku Ramadhan disebutkan tentang pengerjaan shalat Fardhu, apakah berjamaah, munfarid atau tidak dikerjakan sama sekali. Laporan ini melatih kejujuran siswa untuk mengisinya dengan baik dan tidak ada rekayasa. Tapi masalahnya jika siswa itu mengisi dengan asal-asalan kemudian penuh kebohongan, maka kebohongan itu akan menjadi kebiasaan yang sudah dianggap lumrah. Tidak sedikit siswa yang berani memalsukan tanda tangan imam atau pengurus DKM. Ini semata-mata hanya untuk memenuhi laporan selama bulan Ramadhan, tanpa peduli bagaimana caranya.
Buku Ramadhan tidak hanya mendatangkan efek negatif, tapi juga ada efek positifnya. Dengan diwajibkannya siswa untuk mengisi buku Ramadhan tersebut diharapkan siswa dapat memaknai tentang bulan yang suci dan penuh berkah ini. Selain itu juga dengan mengisi buku Ramadhan dapat mengasah kemampuan ilmu agama dari siswa. Hal positif lainnya adalah buku Ramadhan merupakan salah satu peranan belajar usia dini, karena bisa membantu siswa kelak di kemudian hari.
Jadi apakah perlu diadakan buku Ramadhan? Buku Ramadhan jelas diperlukan untuk monitoring kegiataan siswa, dan kontrol terhadap siswa selama bulan Ramadhan. Tetapi yang harus diperhatikan adalah dari segi penyusun buku Ramadhan itu haruslah orang-orang dari pihak sekolah yang tahu segalanya tentang keadaan siswa. Kemudian perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah, orang tua dan pengurus mesjid di tempat asal siswa masing-masing.
Peran orang tua sangat diperlukan untuk selalu mengingatkan anaknya dalam beribadah dan membimbing dalam pengisian buku Ramadhan. Kemudian pihak pengurus mesjid agar jangan memberi paraf atau cap mesjid bagi siswa yang tidak sungguh-sungguh atau membuat laporan palsu pada buku Ramadhan. Mudah-mudahan segala kepentingan ibadah lebih diutamakan daripada sekedar membuat laporan fiktif belaka. Dan mudah-mudahan kejujuran masih tetap hidup di dunia yang semakin sesak dan panas.